Pertambangan Mineral dan Batubara

Penambangan merupakan kegiatan yang dilakukan baik secara manual maupun mekanis untuk mendapatkan bahan galian. Pasal 1 UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, memberikan pengertian pertambangan adalah “Sebagian atau seluruh tahapan kegiatan dalam rangka penelitian, pengelolaan dan pengusahaan mineral atau batubara yang meliputi penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi, penambangan, pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan penjualan, serta kegiatan pascatambang”.

Problematika dalam tahapan pertambangan yang menjadi berita surat kabar di Kaltim dalam beberapa minggu ini adalah masalah REPERDA larangan angkutan tambang di jalan provinsi atau dikenal dengan (hauling).

Setelah proses produksi selesai, batubara siap untuk diekspor tahapan ini berupa pengangkutan dan penjualan. pengangkutan adalah kegiatan usaha pertambangan untuk memindahkan mineral dan/atau batubara dari daerah tambang dan/atau tempat pengolahan dan pemurnian sampai tempat penyerahan (Pasal 1 angka 21 UU Minerba). Sedangkan penjualan adalah kegiatan usaha pertambangan untuk menjual hasil pertambangan mineral atau batubara (Pasal 1 angka 22 UU Minerba).

Kenapa hauling dipermasalahkan di Provinsi Kaltim? Sebab, jalan sebagai sarana publik dan salah satu prasarana transportasi yang merupakan urat nadi kehidupan masyarakat. Hal ini mempunyai peranan penting dalam usaha pengembangan kehidupan dan ekonomi rakyat. Dalam kerangka hubungan Pemerintah Daerah Kaltim dengan masyarakatnya, pemerintah mempunyai hak sekaligus kewajiban mengatur dan memelihara jalan yang ada di wilayahnya sehingga dapat dimanfaatkan secara optimal dari segi ekonomi juga terciptanya stabilitas dan unsur keadilan dalam masyarakat dalam penggunaan jalan tersebut.

Sebagai provinsi yang mempunyai izin IUP sampai tahun 2011 mencapai 1275, jelas Kaltim menghasilkan tambang yang melimpah. Dalam ini yang perlu dikaji bagaimana penggunaan sarana transportasi yang representatif untuk mendukung distribusi hasil pertambangan tersebut.

Namun di lain pihak, kelancaran arus lalu lintas masyarakat lainnya dalam menjalankan aktivitas sehari-hari juga tidak boleh terganggu dengan adanya angkutan hasil pertambangan dan perusahaan perkebunan tersebut. Semua itu untuk menuntut pemerintah melakukan pelayan prima terhadap masyarakat dan Demi memenuhi kebutuhan rasa keadilan dan keamanan serta kenyamanan semua komponen masyarakat.

Dinas Perhubungan harus mengambil kebijakan untuk mengatur pemanfaatan jalan umum dan jalan khusus bagi angkutan hasil pertambangan. Masalah Hauling (angkutan ) usaha pertambangan yang menggunakan jalan umum misalnya di wilayah Kota Samarinda tanpa memperoleh ijin melintas dari Walikota Samarinda, hal ini perlu pendapat perhatian yang serius. Mengingat banyak jalan umum di wilayah Kota Samarinda yang rusak berat. Pada akhirnya warga masryarakat yang menjadi korban.

Keluarnya ijin KP atau IUP tidak serta merta ada ijin lintasan menggunakan jalan umum. Seyogyanya ijin lintasan jalan umum jadi syarat mutlak sebelum usaha pertambangan beroperasi. Menurut data Dinas Pertambangan dan Energi Kota Samarinda, pemerintah sudah memberi advis kepada 3 (tiga) perusahaan usaha pertambangan yang belum memiliki ijin lintasan untuk hauling melalui jalan wilayah kota. Meliputi CV Transisi Energy, CV Z3 Bersaudara, PT Kaltim Lumbung Bumi Etam (kasus tanggal 27 Mei 2011 dan 31 Mei 2011, Kaltim Post).

Reperda larangan angkutan tambang di jalan provinsi, sekarang ini prosesnya masih dikerjakan oleh Dinas Perhubungan Kaltim, sudah banyak desakan untuk cepat melakukan pengesahan. Menarik untuk dicermati, kenapa baru sekarang pemerintah sibuk untuk mengurusi ini.

Seharusnya dalam membuat izin IUP mempertimbangkan kepentingan warga masyarakat terhadap layanan publik terhadap sarana transportasi, atau kerena ketidakjelasan iuran atau pungutan yang dilakukan terhadap pengusaha IUP yang melintasi jalan publik berapa besarnya, siapa yang mengelola dan mengluarkan izin.

Bukan rahasia lagi, kalau setiap angkutan batubara dimintai pungutan atau istilah uang jalan oleh oknum masyarakat atau instansi. Hal inilah yang harus ditertibkan.

Yang jelas Raperda hauling sangat diperlukan didalam usaha pertambangan, karena seharusnya ada aturan yang jelas, mana yang boleh dilewati jalan umum, hak dan kewajiban pelintas penggunaan jalan umum , biaya perawatan , pemeliharaan jalan, sehingga kepentingan masyarakat tidak dirugikan. Transparansi dan pajak akan dapat meningkatkan PAD dan perbaikan jalan publik.

Sungguh memperhatikan di Kaltim, provinsi yang kaya raya ini, tidak melakukan pengelolaan sarana transportasi. Hampir semua jalan provinsi rusak, bahkan tidak layak digunakan. Jalan yang mulus dan baik cuma jalan dari Kota Samarinda menuju Kota Balikpapan. Hal ini bisa dimengerti, karena Kota Balikpapan bebas IUP. Untuk Kota Samarinda sebagia ibukota provinsi tidak lebih baik jalan umumnya. Jalan yang baik hanya sepanjang kantor gubernur, dan sepanjang jalan Bhayangkara yang berjejer mall.

Filosofi yang ingin dibangun dengan adanya Reperda Hauling, menghargai hak warga masyarakat untuk mendapat pelayanan prima sebagai warga negara dalam penggunaan sarana transportasi, dan kejelasan aturan bagi pengusaha dalam penggunaan jalan umum. Sehingga kepentingan masyarakat tidak diabaikan. Pengusaha punya tanggujawab terhadap penggunaan hauling yang menggunakan jalan umum. Sehingga ada sinkronisasi kepentingan masyarakat dan pengusaha pemegang IUP. Jangan izin terus dikeluarkan, kepentingan masyarakat diabaikan, pengusaha senang, tidak keluarkan biaya. Ini jelas melanggar keadilaan warga, keadilan, kewajiban yang harus dilakukan oleh Pemerintah Provinsi Kaltim.

Ke depan DPRD Provinsi Kaltim, seyogyanya cepat merespon Reperda tersebut, dan Dinas Perhubungan juga melibatkan masyarakat dalam Reperda ini.

No comments:

Post a Comment